Pada kesempatan
yang lalu angkatan 2010 telah melakukan praktik kerja lapangan atau yang biasa
disebut dengan PKL di salah satu pegunungan yang ada di timur pulau Jawa
tepatnya di Pegunungan Bromo yang telah dilaksanakan pada tanggal 22-26 mei
2012. PKL kali ini bertemakan “kearifan
Lokal”. Pemberangkatan dilakukan pada
pukul 16.00 wib pada hari selasa 22 mei dan sampai di tempat tujuan lebih kurang pukul
23.00 wib pada tanggal 23 mei 2012, sungguh perjalanan yang cukup melelahkan
memang.
Sesampainya di
lokasi penginapan, kami merasa kaget dengan suhu yang sangat berbeda dan
menurut kami itu lumayan ekstrim. Suhu udara di kawasan Bromo ini kira-kira 6 ˚C yang
membuat badan kita menggigil karena tak terbiasa dengan suhu udara yang
rendah seperti itu.
Setelah melawati
malam yang cukup panjang dengan suhu udara yang tidak bersahabatnya itu,
keesokan harinya kami langsung diterjunkan ke lapangan untuk mencari
responden yaitu warga suku tengger,
untuk menggali informasi tentang kearifan lokal yang ada di sana. Dengan dua
daerah kajian yaitu Desa Ngadisari tempat kami menginap dan Desa wanakitri salah satu desa yang berada di dekat Gunung
Bromo.
Sekilas tentang
Gunung Bromo
Pegunungan
Bromo berada pada ketinggian 2392 m di atas permukaan laut. Bromo memiliki keunikan tersendiri yaitu
hamparan lautan pasir seluas 5250 ha. Bromo memiliki tipe ekosistem sub-montana, montana dan sub-alphin
dengan pohon-pohon yang besar dan berusia ratusan tahun. pegunungan Bromo ini merupakan pegunungan yang
masih aktif dan tempat wisata yang sangat terkenal di Jawa Timur, selain para
wisatawan menyukai pemandangan alamnya yang begitu mengagumkan, di pegunungan
bromo ini juga kita dapat menyaksikan sang surya keluar dan tenggelam dari
tempat peraduannya. sungguh pemandangan yang sulit kita temukan jika kita
bandingkan dengan Bandung.
Gambar: (1) pegunungan Bromo, (2) Gunung batok
Beralih ke
hal lain, masyarakat Tengger sebagian besar beragama Hindu, namun Hindu Tengger
berbeda dengan Hindu Bali, Hindu Tengger tidak mengenal kasta seperti Hindu
Bali. Mereka menganggap semuanya sama, yang membedakan derajat manusia yaitu
amal kebaikannya di mata Tuhan. Pakaian adat yang sering digunakan pada upacara
adatnya yaitu kaum laki-lakinya menggunakan udeng (sejenis ikat kepala) dengan
pakaian serba hitam, dan kaum perempuannya hanya menggunakan pakaian yang serba
hitam juga.
Sedikit
cerita tentang asal-usul kata Tengger, kata Tengger berasal dari seorang putri
raja bernama Roro Anteng dan Suaminya yang bernama Joko seger. jadi tengger itu
berasal dari kata Teng (dari Roro Anteng) dan Ger (Dari Joko Seger).
Adapun kearifan
lokal yang ada di suku Tengger yaitu, warganya tidak boleh menambah lahan
pertanian dengan membuka lahan baru,
masyarakat dari luar suku Tengger tidak boleh menetap dan menjadi warga Tengger
kecuali jika orang tersebut menikah dengan warga asli tengger. Warga suku Tengger
masih menjalankan upacara-upacara adat seperti upara kasada, Upacara Karo.
Upacara Kasada yaitu sejenis upacara untuk meminta panen yang berlimpah dan
tolak bala. Upacara kasada ini biasanya dilakukan pada tanggal 14, 15 di bulan
kasada (kesepuluh) menurut penanggalan jawa, tepatnya saat bulan purnama
upacara dilakukan pada tengah malam sampai dengan dini hari. Upacara karo, upacara ini seperti Hari raya
bagi warga Tengger, seperti halnya Hari raya Idul Fitri bagi umat Muslim.
upacara karo ini hampir sama saja, yaitu
melakukan silaturahmi dengan keluarga, tetangga, bahkan mereka tidak lupa untuk
memakai baju baru ketika hari raya kasada.
Sayangnya ketika
kami melakukan PKL tidak ada upacara adat yang sedang dilakukan karena waktu
berkunjung kami yang tidak tepat.
(a)
(b)
Gambar: (a) bromo dari jauh (b) Gunung batok lebih
dekat
(a)
(b)
Gambar: (a)
Gunung batok, (b) kawah bromo